
Anggota Propam Polda NTB Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan meninggal dunia di kolam Beach House Gili Trawangan, Rabu (16/4)
ATENSI69.ID – Jakarta, Kompolnas menyoroti kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Polda NTB, yang diduga tewas akibat dianiaya atasannya saat berada di penginapan kawasan Gili Trawangan, NTB.
Anggota Kompolnas, Choirul Anam, menegaskan bahwa kasus kematian Brigadir Nurhadi harus diungkap secara transparan.
Ia menekankan pentingnya mengetahui penyebab pasti kematian, termasuk apakah ada keterkaitan antara kematian tersebut dengan dugaan penganiayaan.
“Kasus ini harus dibuka terang,” kata Anam di Jakarta, Rabu (9/7).
Anam mempertanyakan apakah kematian Brigadir Nurhadi benar-benar terkait dengan tindakan pelaku, dalam arti adanya perilaku menyimpang dari sesama anggota yang sampai menyebabkan hilangnya nyawa.
“Ataukah ini peristiwa-peristiwa yang masih ada sangkut pautnya dengan tugas dari anggota tersebut yang menjadi korban? Itu harus menjadi titik terang dulu,” lanjutnya.
Anam juga menekankan pentingnya kejelasan soal penyebab kematian Brigadir Nurhadi, apakah murni akibat penganiayaan yang berujung hilangnya nyawa.
“Ataukah ini pembunuhan, ataukah ini pembunuhan berencana? Standing itu juga harus dijelaskan. Saya kira problem ini penting,” ujarnya.
Baca Juga: Kisah Toni, Korban Selamat Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya
Polri Diminta Tegas Usut Kematian Brigadir Nurhadi

Publik mendesak Polri mengusut tuntas kematian Brigadir Nurhadi dan tidak melindungi pelaku demi menjaga kepercayaan terhadap hukum.
Brigadir Nurhadi, anggota Propam Polda NTB, ditemukan tewas usai diduga pesta dengan dua atasannya dan dua perempuan di vila privat.
Kasus ini menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan luas dari masyarakat. Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyebut kematian Brigadir Nurhadi sebagai ujian serius bagi komitmen reformasi Polri.
“Tragedi kematian Brigadir Muhammad Nurhadi tidak hanya meninggalkan luka di tubuh Polri, tetapi juga menimbulkan kekecewaan publik yang mendalam terhadap wajah penegakan hukum di negeri ini,” kata Sudding, Rabu (9/7).
Hasil autopsi mengungkap luka-luka serius di tubuh korban, mulai dari memar, lecet, lula robek hingga tulang lidah patah.
Ia diduga dianiaya sebelum tenggelam dalam kondisi tidak sadar. Karena itu, publik mendesak Polri mengusut tuntas kasus ini agar proses hukum berjalan transparan.
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, juga mengkritik gaya hidup aparat yang dianggap tidak mencerminkan moral dan etika. Ia mendukung pemecatan Kompol YG dan Ipda HC yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Bagaimana polisi bisa dipercaya publik kalau perilakunya sendiri menyimpang dari nilai-nilai hukum dan kemanusiaan?” cetusnya.
Ia juga menyoroti narasi awal yang menyebut kematian Brigadir Nurhadi sebagai kecelakaan biasa.
Namun, setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, terungkap dugaan penganiayaan yang memperkuat kecurigaan publik bahwa penanganan awal kasus ini tidak transparan.
“Fakta bahwa narasi tersebut baru berubah setelah adanya penyelidikan lanjutan memperkuat dugaan bahwa ada potensi penanganan awal yang tidak transparan,” tegas Sudding.
Untuk memastikan kasus ini ditangani secara jujur dan adil, Sudding mendesak pembentukan tim independen yang melibatkan Komnas HAM, Kompolnas, serta pengawas internal Polri.
Sosok Perempuan yang Dibayar Kompol Yogi

Misri, perempuan asal Jambi, turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi bersama dua polisi yang sudah dipecat, Kompol Yogi dan Ipda Haris Chandra.
Kuasa hukumnya, Yan Mangandar, menjelaskan bahwa Misri awalnya diajak Kompol Yogi untuk menginap dan berpesta di Villa Tekek, Gili Trawangan, -pada 16 April.
“Kompol Yogi menghubungi Misri yang kebetulan lagi di Bali untuk menemaninya liburan di Gili Trawangan,” ungkap Yan, Rabu (9/7).
Menurut kuasa hukumnya, Kompol Yogi menawarkan Rp 10 juta untuk sehari kencan dengan Misri, yang bekerja sebagai LC di Banjarmasin.
Keduanya pernah bertemu singkat di Jakarta pada 2024 dan saling mengikuti di media sosial meski tidak dekat.
“Sekitar April 2025, Kompol Yogi pernah menghubungi Misri lewat Instagram dan mengundang Misri agar berlibur ke Lombok dan lanjut komunikasi via WhatsApp,” imbuh Yan.
Misri berangkat dari Bali ke Lombok dengan speedboat, lalu dijemput Brigadir Nurhadi di Pelabuhan Senggigi.
Kompol Yogi dan Ipda Haris Chandra ikut naik mobil tersebut untuk menjemput Putri, seorang LC yang sudah dipesan Ipda Haris. Kelima orang itu kemudian menuju Teluk Nare dengan Nurhadi sebagai sopir.